SAPAAN

SELAMAT DATANG DIDUNIAKU, DUNIA PENUH MAKNA DAN HARAPAN MENUJU MIMPI YANG INDAH DAN LEBIH BAIK

Senin, 21 Desember 2009

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN KEAKSARAAN KEARAH PEMBERDAYAAN MELALUI PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL

Oleh Purnomo

Dunia pendidikan telah menjadi tema pembicaraan hangat dimasyarakat saat ini. Berbagai kritikan dari masyarakat terhadap pelayanan pendidikan, membuktikan bahwa kita semua ”peduli” terhadap pendidikan. Pada saat kita berbicara ”Pendidikan”, artinya : berbicara 3 jalur pendidikan yang selama ini telah tertuang didalam kebijakan Pemerintah, yaitu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas, pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal, yang saling melengkapi, menambah dan menggantikan. Tidak ada pandangan pesimis ketika berbicara pendidikan, karena setiap manusia selalu belajar, tidak memandang usia, golongan, dimanapun dan kapanpun dapat terjadi.

Namun tidak semua meyakini ketercapaian dan peningkatan pendidikan benar-benar ril dirasakan oleh masyarakat langsung. Buktinya beberapa kasus yang terjadi di masyarakat, seperti dengan adanya ”BOS” memberikan akses ”sama rata” bukan ”keadilan”, mengapa?. Ketika berbicara sama rata, miskin dan kaya mempunyai akses yang sama tidak ada keseimbangan terhadap kemampuan dan proporsinya masing-masing. Tetapi ketika berbicara ”keadilan”, artinya kita memberikan sesuatu sesuai dengan haknya, porsinya. Namun, hal yang paling sulit ketika berlaku adil, karena keadilan memiliki standar yang jelas, dan perlu disepakati bersama, sedangkan setiap orang memiliki kacamata yang berbeda-beda yang mengakibatkan pertentangan didalamnya.

Pelayanan pendidikan dasar yang tidak adil, serta keterbatasan ekonomi atau akses memperoleh pendidikan, mengakibatkan terjadinya Droup Out Pendidikan Dasar, bahkan tidak pernah duduk di bangku sekolah, sehingga tidak asing lagi jika orang tersebut akan buta huruf.

Dikatakan pula bahwa Pendidikan, merupakan langkah kongkrit ”Pemberdayaan Masyarakat”. Pemberdayaan masyarakat yaitu sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996), manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal.

Bagaimana orang tersebut dikatakan “berdaya”?. Ketika seseorang memiliki ilmu pengetahuan dan mau belajar serta mencoba untuk mengaplikasikannya, ini mendorong kepada kemandirian didalam kehidupannya.

Bagaimana memperoleh pengetahuan?, salah satunya dengan membaca, merupakan cara mendapatkan informasi dari apa yang ditulis. Sedangkan menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Namun kelemahan kita, budaya membaca dan menulis masih kurang dan bahkan belum menjadi kebutuhan semata.

Jangankan membaca sebagai sebuah budaya, melek huruf masih menjadi hantu yang menggentayangi masa depan bangsa. Berdasarkan Education For All Global Monitoring Report Tahun 2005, Indonesia merupakan Negara ke-8 dengan populasi buta huruf terbesar di dunia, yakni sekitar 18,4 juta orang buta huruf di Indonesia. Meski demikian, ada indikasi jumlah penyandang buta aksara di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Optimisme Pemerintah pun kian tumbuh untuk memenuhi target menurunkan jumlah buta aksara usia 15 tahun ke atas pada akhir 2009 menjadi 5% dapat tercapai. Apalagi pada beberapa waktu terakhir, kepedulian berbagai komponen bangsa dalam mendukung Gerakan Percepatan Pemberantasan Buta Aksara kian bertambah. Bahkan Gerakan Percepatan Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia ini telah dikukuhkan dengan terbitnya Instruksi Presiden No.5 Tahun 2006. Usaha Pemerintah sejauh ini sejalan dengan adanya kesepakatan dalam Deklarasi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua (Education For All) yang ditetapkan di Thailand tahun 1990 dan telah ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi Dakar di Sinegal tahun 2000. Dalam akta Rencana Aksi Dakar 2000 tersebut dicanangkan tekad untuk mencapai target 50% melek aksara baru orang dewasa terutama wanita pada tahun 2015. Harapan Pemerintah, dengan kemampuan keaksaraan itu masyarakat yang telah bebas buta aksara didorong untuk melanjutkan pendidikan dasar serta terus didorong untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan lainnya untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Berkaitan dengan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat pada jaluar pendidikan nonformal, “Pendidikan Keaksaraan” merupakan langkah Pemberdayaan yang penting saat ini, sebagai modal dasar pembangunan Nasional. Optimisme Pemerintah menurunkan angka buta huruf menjadi 5% di tahun 2009, merupakan langkah kepedulian bersama terhadap pentingnya pembangunan Nasional, namun yang menjadi pertanyaan, apakah konsep pendidikan keaksaraan akan hilang setelah buta huruf tuntas?

Jawabanya adalah, Pendidikan Keaksaraan memerlukan konsep pengembangan baru terhadap penyesuaian zaman, perkembangan kemampuan manusia, dan teknologi dengan kata lain “ masyarakat telah menginjak masa paradigma baru”. Keaksaraan adalah program layanan Pendidikan Luar Sekolah untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan menggunakan keterampilan baca-tulis-hitung, kemampuan mengamati dan menganalisa, yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitarnya

Kemudian, jika masyarakat telah mampu membaca menulis dan berhitung diperlukan sentuhan tindak lanjut program yang lebih mengarah kepada kemandirian. Mayoritas, para lulusan pendidikan keaksaraan yang telah memperoleh SUKMA (Surat Keterangan Melek Aksara), adalah tergolong kepada ekonomi rendah (miskin). Sehingga konsep Pendidikan Keaksaraan orientasinya berubah kearah Pembangunan Ekonomi Lokal, sebagai strategi pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi lokal merupakan usaha penguatan daya saing ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah. Dan prosesnya merupakan kerjasama antara pemerintah local dan organisasi berbasis masyarakat yang mendorong, merangsang, atau memelihara aktivitas usaha dan atau penciptaan lapangan pekerjaan. Konsep Keaksaraan Ekonomi Lokal, merupakan pemanfaatan literacy sebagai solusi menyelesaikan atau memulihkan perekonomian, terutama dalam pendayagunaan potensi ekonomi di masing-masing daerah dengan berbasis pada sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakatnya masing-masing.

Nilai-nilai baru didalam keaksaraan perlu diwujudkan, dikarenakan rotasi pola kebutuhan dan berfikir manusia telah berubah. Mereka memerlukan sentuhan pemberdayaan ekonomi, sebagai salah satu solusi dan pemanfaatan dari kemampuan dasar yang telah diperoleh selama menjadi peserta keaksaraan, serta keaksaraan sebagai modal dasar memandirikan para lulusan yang telah memperoleh SUKMA sehingga tidak terjadi “buta huruf” kembali, karena media belajar sebagai suplemen seperti buku-buku mulai dipelajari dan diaplikasikan, terutama bagi yang memiliki TBM (Taman Bacaan Masyarakat).

Adapun analisis penulis, berkenaan dengan orientasi pendidikan keaksaraan sebagai strategi pembangunan ekonomi local, adalah sebagai berikut:



PANDANGAN


KOMPONEN EKONOMI LOKAL

1. Kelompok sasaran/target groups

2. Lokasi

3. Kesinergian

4. Pembangunan berkelanjutan

5. Tata pemerintahan

6. Manajemen proses

PENDIDIKAN KEAKSARAAN

1. Dunia Usaha Lokal

2. Business Start-ups


Sehingga, jika dilihat dari gambar diatas terjadi pergeseran prioritas kebutuhan masyarakat, yang asalnya memperoleh kemampuan keaksaraan (membaca, menulis, berhitung), menjadi peningkatan kesejahteraan ekonominya. Dan keaksaraan sebagai modal dasar dalam memanfaatkan kemampuannya didalam konteks pembangunan ekonomi lokal, sehingga outputnya manusia yang memiliki kemampuan skill keaksaraan (mencari pengetahuan, menggali informasi) dan skill wirausaha dalam meningkatkan kesejahteraan ekonominya, baik individu maupun kelompok.

Daftar bacaan

Anwar, (2006), Pendidikan Kecakapan Hidup, Bandung : Alfabeta

Kusnadi, (2005), Pendidikan Keaksaraan, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dirjen PLS.

www.dadangsolihin.com

http://www.damandiri.or.id/file/frnsiskakorompisbab2.pdf

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&redirs=0&search=keaksaraan+adalah&fulltext=Search&ns0=1