SAPAAN

SELAMAT DATANG DIDUNIAKU, DUNIA PENUH MAKNA DAN HARAPAN MENUJU MIMPI YANG INDAH DAN LEBIH BAIK

Senin, 28 Juni 2010

UAS KONSEP DASAR PELATIHAN AKT 2007

UAS KONSEP DASAR PELATIHAN

ANGKATAN 2007

KONSENTRASI PELATIHAN

1. Dalam konsep dasar pelatihan terdapat, konsep-konsep mengenai training (pelatihan), education (pendidikan), belajar (learning), dan instructional.

a. Jelaskan masaing-masing konsep tersebut. Dan seperti apa keterkaitan antara konsep tersebut dalam pelatihan?

b. Berikan penjelasan tentang manfaat dan tujuan dari pelatihan,

2. Bagaimana konsep umum dasar pelatihan meliputi (Pengertian Pelatihan, Prinsip Pelatihan , Tujuan Pelatihan, Jenis Pelatihan, Isu-isu dan Permasalahan di Bidang Pelatihan), jelaskan aspek - aspek tersebut!

3. Konsep dasar pelatihan didukung oleh beberapa teori diantaranya Teori Pengembangan SDM, Teori Pemberdayaan, Teori Belajar, Teori Belajar Orang Dewasa, Teori Belajar Kritis, Human Capital Theory, Self Directed Learning, dan Theory Akseleratif Learning. Jelaskan masing-masing teori tersebut?

4. Anda telah diberikan tugas observasi lapangan ke lembaga-lembaga pelatihan, berikan penjelasan manajemen pelatihan dilembaga tersebut berkaitan dengan :

a. Rencana Pelatihan

b. Organzing pelatihan

c. Pelaksanaan Pelatihan

d. Evaluasi Pelatihan

e. Tindak lanjut pelatihan

f. Jelaskan analisis Anda terhadap kelemahan dan kelebihan lembaga pelatihan tesebut

Ketentuan:

  • Kirim jawaban dalam bentuk soft file ke alamat email: ipungpurnomo2@gmail.com
  • Terakhir pengumpulan jawaban tanggal 01 Juli 2010 Pkl. 22.00 WIB.
  • Cantumkan referensi yang menunjang jawaban anda
  • Hindari Copy Paste jawaban
  • Utamakan jawaban menurut persepsi Anda

Senin, 21 Desember 2009

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN KEAKSARAAN KEARAH PEMBERDAYAAN MELALUI PEMBANGUNAN EKONOMI LOKAL

Oleh Purnomo

Dunia pendidikan telah menjadi tema pembicaraan hangat dimasyarakat saat ini. Berbagai kritikan dari masyarakat terhadap pelayanan pendidikan, membuktikan bahwa kita semua ”peduli” terhadap pendidikan. Pada saat kita berbicara ”Pendidikan”, artinya : berbicara 3 jalur pendidikan yang selama ini telah tertuang didalam kebijakan Pemerintah, yaitu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri atas, pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal, yang saling melengkapi, menambah dan menggantikan. Tidak ada pandangan pesimis ketika berbicara pendidikan, karena setiap manusia selalu belajar, tidak memandang usia, golongan, dimanapun dan kapanpun dapat terjadi.

Namun tidak semua meyakini ketercapaian dan peningkatan pendidikan benar-benar ril dirasakan oleh masyarakat langsung. Buktinya beberapa kasus yang terjadi di masyarakat, seperti dengan adanya ”BOS” memberikan akses ”sama rata” bukan ”keadilan”, mengapa?. Ketika berbicara sama rata, miskin dan kaya mempunyai akses yang sama tidak ada keseimbangan terhadap kemampuan dan proporsinya masing-masing. Tetapi ketika berbicara ”keadilan”, artinya kita memberikan sesuatu sesuai dengan haknya, porsinya. Namun, hal yang paling sulit ketika berlaku adil, karena keadilan memiliki standar yang jelas, dan perlu disepakati bersama, sedangkan setiap orang memiliki kacamata yang berbeda-beda yang mengakibatkan pertentangan didalamnya.

Pelayanan pendidikan dasar yang tidak adil, serta keterbatasan ekonomi atau akses memperoleh pendidikan, mengakibatkan terjadinya Droup Out Pendidikan Dasar, bahkan tidak pernah duduk di bangku sekolah, sehingga tidak asing lagi jika orang tersebut akan buta huruf.

Dikatakan pula bahwa Pendidikan, merupakan langkah kongkrit ”Pemberdayaan Masyarakat”. Pemberdayaan masyarakat yaitu sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1995 dalam Kartasasmita, 1996). Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996), manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal.

Bagaimana orang tersebut dikatakan “berdaya”?. Ketika seseorang memiliki ilmu pengetahuan dan mau belajar serta mencoba untuk mengaplikasikannya, ini mendorong kepada kemandirian didalam kehidupannya.

Bagaimana memperoleh pengetahuan?, salah satunya dengan membaca, merupakan cara mendapatkan informasi dari apa yang ditulis. Sedangkan menulis merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Namun kelemahan kita, budaya membaca dan menulis masih kurang dan bahkan belum menjadi kebutuhan semata.

Jangankan membaca sebagai sebuah budaya, melek huruf masih menjadi hantu yang menggentayangi masa depan bangsa. Berdasarkan Education For All Global Monitoring Report Tahun 2005, Indonesia merupakan Negara ke-8 dengan populasi buta huruf terbesar di dunia, yakni sekitar 18,4 juta orang buta huruf di Indonesia. Meski demikian, ada indikasi jumlah penyandang buta aksara di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Optimisme Pemerintah pun kian tumbuh untuk memenuhi target menurunkan jumlah buta aksara usia 15 tahun ke atas pada akhir 2009 menjadi 5% dapat tercapai. Apalagi pada beberapa waktu terakhir, kepedulian berbagai komponen bangsa dalam mendukung Gerakan Percepatan Pemberantasan Buta Aksara kian bertambah. Bahkan Gerakan Percepatan Pemberantasan Buta Aksara di Indonesia ini telah dikukuhkan dengan terbitnya Instruksi Presiden No.5 Tahun 2006. Usaha Pemerintah sejauh ini sejalan dengan adanya kesepakatan dalam Deklarasi Dunia Tentang Pendidikan untuk Semua (Education For All) yang ditetapkan di Thailand tahun 1990 dan telah ditindaklanjuti dengan Rencana Aksi Dakar di Sinegal tahun 2000. Dalam akta Rencana Aksi Dakar 2000 tersebut dicanangkan tekad untuk mencapai target 50% melek aksara baru orang dewasa terutama wanita pada tahun 2015. Harapan Pemerintah, dengan kemampuan keaksaraan itu masyarakat yang telah bebas buta aksara didorong untuk melanjutkan pendidikan dasar serta terus didorong untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan lainnya untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Berkaitan dengan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat pada jaluar pendidikan nonformal, “Pendidikan Keaksaraan” merupakan langkah Pemberdayaan yang penting saat ini, sebagai modal dasar pembangunan Nasional. Optimisme Pemerintah menurunkan angka buta huruf menjadi 5% di tahun 2009, merupakan langkah kepedulian bersama terhadap pentingnya pembangunan Nasional, namun yang menjadi pertanyaan, apakah konsep pendidikan keaksaraan akan hilang setelah buta huruf tuntas?

Jawabanya adalah, Pendidikan Keaksaraan memerlukan konsep pengembangan baru terhadap penyesuaian zaman, perkembangan kemampuan manusia, dan teknologi dengan kata lain “ masyarakat telah menginjak masa paradigma baru”. Keaksaraan adalah program layanan Pendidikan Luar Sekolah untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menguasai dan menggunakan keterampilan baca-tulis-hitung, kemampuan mengamati dan menganalisa, yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitarnya

Kemudian, jika masyarakat telah mampu membaca menulis dan berhitung diperlukan sentuhan tindak lanjut program yang lebih mengarah kepada kemandirian. Mayoritas, para lulusan pendidikan keaksaraan yang telah memperoleh SUKMA (Surat Keterangan Melek Aksara), adalah tergolong kepada ekonomi rendah (miskin). Sehingga konsep Pendidikan Keaksaraan orientasinya berubah kearah Pembangunan Ekonomi Lokal, sebagai strategi pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi lokal merupakan usaha penguatan daya saing ekonomi lokal untuk pengembangan ekonomi daerah. Dan prosesnya merupakan kerjasama antara pemerintah local dan organisasi berbasis masyarakat yang mendorong, merangsang, atau memelihara aktivitas usaha dan atau penciptaan lapangan pekerjaan. Konsep Keaksaraan Ekonomi Lokal, merupakan pemanfaatan literacy sebagai solusi menyelesaikan atau memulihkan perekonomian, terutama dalam pendayagunaan potensi ekonomi di masing-masing daerah dengan berbasis pada sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakatnya masing-masing.

Nilai-nilai baru didalam keaksaraan perlu diwujudkan, dikarenakan rotasi pola kebutuhan dan berfikir manusia telah berubah. Mereka memerlukan sentuhan pemberdayaan ekonomi, sebagai salah satu solusi dan pemanfaatan dari kemampuan dasar yang telah diperoleh selama menjadi peserta keaksaraan, serta keaksaraan sebagai modal dasar memandirikan para lulusan yang telah memperoleh SUKMA sehingga tidak terjadi “buta huruf” kembali, karena media belajar sebagai suplemen seperti buku-buku mulai dipelajari dan diaplikasikan, terutama bagi yang memiliki TBM (Taman Bacaan Masyarakat).

Adapun analisis penulis, berkenaan dengan orientasi pendidikan keaksaraan sebagai strategi pembangunan ekonomi local, adalah sebagai berikut:



PANDANGAN


KOMPONEN EKONOMI LOKAL

1. Kelompok sasaran/target groups

2. Lokasi

3. Kesinergian

4. Pembangunan berkelanjutan

5. Tata pemerintahan

6. Manajemen proses

PENDIDIKAN KEAKSARAAN

1. Dunia Usaha Lokal

2. Business Start-ups


Sehingga, jika dilihat dari gambar diatas terjadi pergeseran prioritas kebutuhan masyarakat, yang asalnya memperoleh kemampuan keaksaraan (membaca, menulis, berhitung), menjadi peningkatan kesejahteraan ekonominya. Dan keaksaraan sebagai modal dasar dalam memanfaatkan kemampuannya didalam konteks pembangunan ekonomi lokal, sehingga outputnya manusia yang memiliki kemampuan skill keaksaraan (mencari pengetahuan, menggali informasi) dan skill wirausaha dalam meningkatkan kesejahteraan ekonominya, baik individu maupun kelompok.

Daftar bacaan

Anwar, (2006), Pendidikan Kecakapan Hidup, Bandung : Alfabeta

Kusnadi, (2005), Pendidikan Keaksaraan, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dirjen PLS.

www.dadangsolihin.com

http://www.damandiri.or.id/file/frnsiskakorompisbab2.pdf

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&redirs=0&search=keaksaraan+adalah&fulltext=Search&ns0=1

Selasa, 24 November 2009

SEKILAS KOTA BANDUNG YANG "HEURIN KU TANGTUNG"

A. Profil Kota Bandung

1. Geografis Kota Bandung

Wilayah dataran tinggi Bandung, secara administrasi pemerintahan terdiri dari Kabupaten Bandung. Dimana pada bagian tengah wilayahnya terdapat wilayah Kota Bandung, terutama yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Subang, Sumedang, dan Kabupaten Garut yang terdiri dari gunung-gunung.

Karena daerahnya seperti itu, Dataran Tinggi Bandung sering disebut Cekungan Bandung. Bentang alamnya mirip dengan sebuah mangkok raksasa yang dikelilingi gunung-gunung berapi. Dibagian tengahnya, pada satu dataran yang paling rendah mengalir Sungai Citarum. Alirannya yang pernah terbendung secara alami, menjadi sumber inspirasi lahirnya cerita rakyat Sangkuriang.

Cekungan Bandung bisa dinikmati jika kita berada di suatu tempat yang agak tinggi seperti dari atap bangunan bertingkat yang terletak di pusat kota. Atau yang paling enak, pemandangan sekitar dataran Tinggi Bandung bisa dinikmati kesegala penjuru arah melalui menara kembar Mesjid Raya Bandung - Provinsi Jawa Barat setinggi 81 Meter. Cukup dengan merogoh kocek Rp. 2000, bisa memandang dataran tinggi Bandung sepuas-puasnya. Apabila pandangan diarahkan ke Utara, berjejer gunung api Burangrang (2.064 meter), Gunung Tangkuban Perahu (2.076 meter), Bukit Tunggul (2.209 meter), Gunung Cangak dan Gunung Manglayang.

Disebelah Timur, terdapat krucut-krucut gunung berapi kecil antara lain Mandalawangi (1.650 meter), Mandalagiri, Gandapura, Kamojang dan lain-lain. Disebelah selatan berjejer gunung api Malabar (2.343 meter), Patuha (2.434 meter), dan Gunung tilu. Sedangkan disebelah barat terdapat satuan pematang homoklin bukitan Rajamandala-Padalarang. Beberapa puncak pematangnya antara lain Pasir Pabeasan, Pasir Balukbuk, dan Pasir Kiara.

Gunung-gunung itu bisa dilihat jika berdiri di teras Taman Ganesa yang berbentuk setengah lingkaran. Salah satu sisi taman tersebut terletak di Jalan Ganesa, berseberangan dengan kampus ITB. Di atas teras itu terdapat petunjuk gunung-gunung di sekitar dataran tinggi Bandung berikut dengan ketinggiannya. Gunung Manglayang (1.811 meter) disebelah timur, Mandalawangi (1650 meter), Graha (1.159 meter), Jaya (2.416 meter), Papandayan (2.660 meter), Kendang (2.607 meter), Masigit ( 2.076 meter), Dayeuh luhur (1.010 meter), dan Gunung Lalakon (970 meter) disebelah barat.

Wilayah yang kini bernama Dataran Tinggi Bandung, sebelumnya merupakan perairan yang sangat luas. Dengan bentuk yang merupakan danau, perairan ini membentang sejauh 50 kilometer dari arah barat ke timur, sejak daerah yang kini dinamakan Padalarang sampai Cicalengka. Sisi utara-selatan membentang sejauh 30 Kilometer, daerah Dago Pakar sampai Soreang, kota kecamatan yang kini dijadikan Ibu Kota Kabupaten Bandung. Karena luasnya perairan itu, penduduk menamakannya Situ Hyang, artinya sama dengan “Danau tempat bersemayamnya para dewa”. Situ Hyang bentuknya menyerupai dua buah danau yang terbagi karena perbukitan Selacau dan Lagadar yang terletak di sebuah tempat yang lebih tinggi, Situ Hyang seperti dua buah danau yang letaknya berhadap-hadapan. Dalam Bahasa Sunda, dua buah danau yang letaknya saling berhadap-hadapan itu disebut “ngabandung”, Kata itu pula yang seringkali dihubungkan dengan asal nama “Bandung”.

B. Keunggulan Lokal Kota Bandung

1. Arus Kepadatan Kota Bandung

Dari jarak Jakarta – Bandung atau sebaliknya sekitar 150 – 180 Kilometer, terlihat jauh apalagi jika terjebak macet. Tetapi, jarak yang jauh tidak selamanya membutuhkan waktu perjalanan lebih lama. Buktinya, setelah Jakarta – Bandung dihubungkan jalan Tol, waktu tempuh bisa menjadi spearuhnya. Bahkan dengan kendaraan pribadi, waktu tempuh Jakarta – Bandung atau sebaliknya hanya dua jam.

Berfungsinya jalan bebas hambatan tersebut, pada kenyataanya telah mendorong kecenderungan sebagian masyarakat memilih roda transportasi. Yakni dari semula menggunakan transportasi jalan baja (kereta api) beralih menjadi transportasi jalan raya. Terjadi perubahan kecenderungan ini bukan hanya berperanguh terhadap jumlah penumpang kereta api.

Terutama bagi sebagian masyarakat Ibu Kota, berfungsinya jalan tol Jakarta – Bandung telah mengubah keputusan dalam melakukan perjalanan ke Bandung. Hal ini tercermin dengan meningkatnya kunjungan ke Bandung pada hari libur, apalagi pada hari libur panjang, dimana sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi. Pada gilirannya, hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap Kota Bandung. Baik terhadap aktivitas bisnis dan ekonomi penduduknya, maupun terhadap pengaruh lain yang mengikutinya.

Kota Bandung dijadikan pilihan karena dianggap masih memiliki beberapa kelebihan yang tidak dijumpai di tempat asalnya. Selain faktor lingkungan alam, kota ini masih menyimpan kekayaan lain yang bisa dijadikan pilihan dalam wisata belanja dan wisata kuliner yang bisa dipenuhi tanpa harus merogoh kocek dalam-dalam. Disamping itu, banyak di antara mereka merasa sudah akrab dengan kota ini karena pernah tinggal, atau menuntut ilmu di Bandung.

Pada tahun 2005, jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung sekitar 600.000 buah dengan laju peningkatan sekitar 10-15 persen per tahun. Sebaliknya panjang jalan hanya mengalami pertambahan rata-rata sekitar dua persen per tahun.

Karena sebagian besar tempat yang menjadi tujuan wisata berada di pusat kota, pada hari libur ruas jalan di wilayah itu seperti Jalan Ir. H. Djuanda (Dago), Jalan R.E. Martadinata (Riau), Jalan Sukajadi, Jalan Merdeka, Jalan Setiabudi, dan jalan lain di sekitarnya merupakan arus jalan yang menjadi macet.

Untuk mengantisipasinya, selama tahun 2005 paling tidak dilakukan lima kali perubahan arus lalu – lintas. Jalan yang semula dua arah, diubah menjadi jalan satu arah, sehingga rute perjalanan yang dilalui berputar-putar sebelum sampai ke tujuan. Bagi para pemakai jalan yang berasal dari luar kota, kebijaksanaan itu membuat mereka tersesat dan membingungkan.

2. Ikon Kota Bandung Sebagai Daya Tarik

a. Factory Outlet

Dalam keadaan sulit, seseorang bisa salah langkah sehingga nasibnya terpuruk . Tetapi bisa juga sabaliknya. Kesulitan telah melahirkan ide baru sehingga aktivitas usaha yang sebelumnya tidak terpikirkan. Coba saja, siapa sangka pakaian jadi yang menumpuk di gudang karena tidak jadi diekspor, ternyata masih memiliki nilai eknomi dan menjadi lading baru. Bahkan berkat pakaian jadi yang dinamakan “sisa ekspor” itu, Bandung yang sejak zaman penjajahan Belanda dikenal “Kota Fesen”, kini menjadi kota “FO”.

FO merupakan akronim dari factory outlet. Ikon baru Kota Bandung itu berasal dari penjualan pakaian jadi sisa ekspor. Entah karena barang-barang itu ditolak, atau karena kelebihan produksi sehingga tidak jadi diekspor. Kuncinya sangat boleh jadi karena konsumen mencari barang-barang bermerk , namun harganya murah.

Selain sisa ekspor, penjualan barang bekas menjadi cirri kota ini, terutama sejak terjadinya krisis moneter tahun 1997. Karena tempat penjualannya merupakan bangunan gedung yang dikelola secara professional, para calon pembeli tidak perlu malu-malu seperi halnya kita berbelanja di tukang loak. Tempatnya nyaman, apalagi barang-barang yang ditawarkan tidak sedikit merupakan barang bermerek.

Keberadaan gerai FO lebih banyak berkonsentrasi didaerah-daerah bagian utara Kota Bandung, seperti Jalan RE. Martadinata (Riau), Jalan Ir. H. Djuanda (Dago), Jalan Dr. Setiabudi dan Jalan Sukajadi. Daerah itu merupakan tempat paling mudah dicapai oleh mereka yang masuk Kota Bandung melalui pintu tol Pasteur.

FO sebenarnya merupakan istilah baru dalam perdagangan pakaian jadi di Kota Bandung. Istilah itu baru lahir sekitar tahun 2000, ketika salah seorang pengusaha pakaian jadi didaerah ini mendirikan usahanya dengan nama Factory Outlet Store (FOS). Walaupun tempat usahanya tidak berumur lama, namun istilah itu berhasil memasyarakat. Orang-orang Indonesia rupanya senang dengan istilah-istilah asing. Barangkali karena merasa lebih keren. Sehingga sejak itu, setiap usaha yang menjual pakaian jadi selalu dinamakan factory outlet, padahal barang-barang yang dijualnya belum tentu berasal langsung dari pabrik.

Konsep awal penjualan pakaian jadi sisa ekspor tersebut, pada mulanya lahir sebagai jalan keluar industry pakaian jadi (garment) di Bandung dalam mengatasi kesulitan mengurangi timbunan produknya yang menumpuk di gudang. Bandung adalah produsen tekstil dan produk tekstil terbesar di Indonesia. Hampir 50 % produk tekstil nasional dihasilkan dari daerah ini. Selain berupa tekstil, tidak sedikit diantaranya yang berupa pakaian jadi (garmen) yang semula bertujuan memenuhi permintaan pasar luar negeri.

Namun, tidak semua produk tekstil dari daerah ini bisa llis di kirim ke Negara tujuan, Sebagian dari barang-barang tersebut terdapat di antaranya yang tidak jadi dikirim ke pemasannya di luar negeri karena berbagai hal. Namun hal itu tidak berarti, produk tersebut tidak memenuhi persyaratan. Sebagian lainnya ada yang karena kelebihan produksi, sehingga pengrimannya ditunda atau dibatalkan. Barang-barang seperti inilah yang kemudian dipasok untuk memenuhi persediaan tempat penjualan yang dinamakan factory outlet.

Karena tidak dikhususkan dalam pemasaran di dalam negeri, gerai yang dijadikan tempat penjualan barang-barang tersebut bukan merupakan bangunan khusus. Pada mulanya, terdapat diantaranya yang menggunakan gudang penyimpanannya atau perumahan. Tempat-tempat penjualan semcam itu sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an, tetapi lokasinya tidak mencolok karena berada di tengah daerah pemukiman.

b. Sentra Sepatu Cibaduyut Ada Sejak Tahun 1920-an

Cibaduyut terletak tidak jauh dari terminal Bus Antar Kota Leuwipanjang yang merupakan daerah pinggiran Kota Bandung, sehingga tidak sulit untuk mencapainya. Bagi mereka yang menggunakan kendaraan pribadi bisa melalui pintu tol Kopo atau pintu tol Muh. Toha.

Sebagai daerah pinggiran yang saat itu termasuk wilayah Kabupaten Bandung, Cibaduyut merupakan perkampungan padat yang tekesan kumuh. Rumah-rumah berhimpitan. Biasanya, salah satu tuang kosong atau ruang tamu dijadikan bengkel pembuatan sepatu dan sandal. Namun wajah daerah itu berubah setelah tahun 1987, pemerintah membangun TVRI Stasiun Bandung (kini : TVRI Jabar dan Banten).

Jalan mulus yang melintasi daerah itu dimanfaatkan penduduk dengan membangun kios-kios tempat penjualan sepatu dan alas kaki lainnya. Perkembangan yang sangat pesat, sebagai daerah yang ditetapkan menjadi salah satu kawasan unggulan Kota Bandung, Cibaduyut kini menjadi salah satu tujuan tempat berbelanja. Barang-barang yang dijajakan tidak lagi hanya sebatas alas kaki dan produk lainnya yang terbuta dari kulit atau sejenisnya. Berbagai jenus makanan khas dari Bandung seperti peyeum sampeu (tape singkong), kripik kentang, kripik tempe, dan panganan lainnya yang bisa dijadikan oleh-oleh Kota Bandung.

Industry kecil rumahan alas kaki didaerah ini sebenarnya sudah berumur tua, sejak tahun 1920-an. Mula-mula hanya dikerjakan oleh satu-dua orang penduduk yang bekerja di toko merangkap tempat pembuatan alas kaki milik orang-orang cina di Kota Bandung. Pada hari libur, mereka membawa pulang pekerjannya.

Seperti pada umumnya industry kecil, para perajin kemudian menularkan keterampilannya pada anggota keluarga lainnya. Begitu dan seterusnya sehingga jumlah pengrajin semakin banyak. Setiap penduduk berusaha membangun ekonomi keluarganya dengan memanfaatkan rumah mereka sebagai tempat pembuatan alas kaki.

Namun, karena kurang kesadaran pengarjinnya, sepatu Cibaduyut pernah turun pamor dan memperoleh julukan “Bomis”. Artinya dipakai hari rabu hari kamis sudah mengelupas haknya. “sekarang kami bisa mengadu kualitas dengan alas kaki produk daerah lain”. Bahkan dengan meningkatnya keterampilan, para perajin mampu membuat alas kaki model apapun. Termasuk alas kaki buatan luar negeri. “berikan saja gambar atau foto sebagai contohnya”.

Dewasa ini sudah tercatat kurang lebih 845 unti usaha yang bergerak dibidang pembuatan dan penjualan dengan menampung tidak kurang dari 3.556 pekerja. Unit-unit usaha tersebut tersebar di beberapa desa sekitarny. Namun nasib usaha itu tersebar di beberapa desa sekitarnya. Namun nasib usaha mereka tidak sebaik tahun 2001 dan 2002. Produksi sepatu Cibaduyut selama dua tahun itu mencapai 8,8 juta dan 8,5 juta pasang.

Pada tahun 2003 dan 2004, produksinya rata-rata 3 juta pasang dan tahun 2005 sebanyak 4 juta pasang. Gejala penurunan produksi tersebut selain karena makn meningkatnya harga bahan baku, juga akibat persaingan yang semakin tajam. Kios-kios di sentra usaha pembuatan sepatu Cibaduyut itu kini tidak lagi memasarkan alas kaki lokal, mauknya sepatu impor buata cina dengan harga yang lebih murah merupakan salah satu tantangan paling berat.

c. Tempat Makanan dan Jajan Kota Bandung

Kreativitas bisnis masyarakat Kota Bandung dalam bidang jasa kuliner sangat luar biasa. Kehebatannya bukan hanya menyangkut menu unggulannya, tetapi tempat-tempat makanannya juga dirancang sedemikian rupa agar menarik banyak pengunjung. Mau makan di awang-awang sambil berkeliling memandang Kota Bandung tanpa sedikit pun beranjak dari tempat duduk? Atau mau makan diatas bukit menikmati suasana malam yang romantis.

Apalagi setelah hubungan Jakarta-Bandung makin singkat dengan selesainya jalan tol Purbaleunyi (Purwakarta, Bandung, Cileunyi) jarak dan waktu tempuh bukan lagi masalah. Mereka bisa berangkat pagi. Setelah makan siang dan belanja sekadarnya lalu membeli oleh-oleh, hari itu juga sudah kembali lagi ke rumah masing-masing.

Bandung menjadi pilihan berbagai tempat wisata kuliner karena kota ini menjanjikan banyak pilihan. Selain karena faktor harga yang relative murah disbanding Jakarta, masyarakat Bandung memiliki totalitas semangat dalam membangun usahanya. Mereka berani menciptakan desain arsitektur yang bisa membuat pengunjung merasa lebih betah dan nyaman. Bahkan mungkin terkaget-kaget.

Sebuah kafe di Jalan H.O.S Tjokroaminoto (pasirkaiki) yang dibuka menjelang pertangan Februari 2007, sangat boleh jadi merupakan kafe pertama yang secara sengaja dibuat bergelap-gelap. Untuk memasuki kafe, pengunjung dibimbing oleh pramusaji berkacamatan infra merah. Bagaimana makan di tempat gelap, bisa-bisa salah comot miliki tetangga yang duduk disebelah. “Tapi asyik juga” komentar seorang pengunjung sambil terkekeh-kekeh.

Sejumlah kafe sengaja memilih tempat yang lokasinya berada di atas puncak bukit, atau daerah-daerah yang lebih tinggi yang terletak dikawasan Bandung utara. Walaupun untuk mencapainya membutuhkan waktu lebih lama. Lokasinya yang berada didaerah elite Dago Pakar sekaligus mencerminkan prestise pengunjungnya karena mereka merasa dimanjakan dengan pemandangan Kota Bandung dimalam hari.

Rumah makan/restoran internasional dan China pada umumnya lebih memilih tempat-tempat formal yang tersebar di pusat kota yang menjadi pusat pemukiman, pusat perbelanjaan, dan pusat kegiatan ekonomi dan bisnis lainnya sesuai dengan segmen yang dibidiknya. Kesan formal tersebut berbeda dengan rumah makan Sunda yang lebih mengedepankan suasana santai mengesankan tidak formal.

Kesan ini berusaha diperkuat dnegan desain arsitekturnya yang menyerupai bangunan tradisional Sunda. Bangunan gedung yang semula berbentuk bangunan modern kemudian didesain, baik interior maupun eksteriornya sehingga mengesankan bangunan tradisional Sunda. Gentungnya ditutupi ijuk atau alang-alang, dan dinding tembok dilapisi anyaman bambu. Agar lebih serasi, mebelernya terbuat dari Bambu. Rumah makan Sunda biasanya dilengkapi kolam ikan atau air terjun buata sehingga mampu menimbulkan kesan suasana pedesaan di daerah Priangan.

Membicarakan rumah makan Sunda, Kota Bandung sebenarnya pernah punya rumah makan Sunda paling kesohor, yakni Rumah Makan Babakan Siliwangi. Dinamakan demikian karena bangunan rumah makan tersebut terletak di lembah Babakan Siliwangi. Lokasinya yang strategis, berada di sisi selatan Jalan Siliwangi, menempati areal seluas 3,8 hektar.

Rumah makan ini didirikan tanggal 10 Oktober 1072 atas gagasan wali kota Otje Djundjunan. Untuk memberi kesan kuat tradisional Sunda, bangunan yang dijadikan tempat makan didirikan beberapa buah saung dalam berbagai ukuran. Dari tempat ini, pengunjung bisa meninjau lembah Babakan Siliwangi yang saat itu masih berupa beberapa petak sawah. Daerah sekitarnya masih hijau penuh pepohonan. Tapi hari Minggu terdapat adu ketangkasan domba. Namun rumah makan ini pada tahun 1996 mengalami kemunduran karena berganti-ganti pimpinan, setelah empat tahun tidak bisa diselamatkan lagi. Sebanyak 70 karyawannya terpaksa dirumahkan.

(daftar pustaka belum diposting)

Suparlan Parsudi, 1986,

Masalah-masalah Sosial dan Ilmu Sosial Dasar dalam Manusia Indonesia Individu Keluarga dan Masyarakat (Awijaya (editor), Jakarta, Akademika Presindo.

PERLUASAN AKSES PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN MELALUI PEMANFAATAN RADIO KOMUNITAS DI KOTA BANDUNG

Oleh : Purnomo, S.Pd (Praktisi Lapangan Pendidikan Luar Sekolah)


1. Bagaimana pelaksanaan perluasan akses pendidikan kesetaraan melalui pemanfaatan radio komunitas dilihat dari segi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi?

a. Perencanaan “Model Pembelajaran”

Secara komprehensif menurut Wexley dan Lathan (1981), dalam Agus Dharma (1988) bahwa:

Perencanaan merupakan suatu proses yang terorganisir dan berkesinambungan dari mengidentifikasi unsur-unsur dan aspek-aspek suatu organisasi untuk penentuan keadaan sekarang dari unsur-unsur dan aspek-aspek tersebut serta interaksinya, memproyeksikan unsur-unsur dan aspek-aspek tersebut untuk periode waktu tertentu, serta perumusan dan membuat program rangkaian tindakan dan rencana untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Perencanaan adalah suatu kebijakan untuk menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan-tujuan sosio-ekonomi atau sosiokultural tertentu. Karena itu, perencanaan merupakan fungsi awal dari keseluruhan kegiatan pengelolaan dan merupakan proses sistematis untuk pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilaksanakan, mengapa dilaksanakan, tujuan yang ingin dicapai, waktu yang dibutuhkan, bagaimana proses pelaksanaannnya, daya dukung apa yang tersedia, serta berbagai resiko dan kemungkinan hambatan yang akan dihadapi.

Waterson (1965) dalam Djudju Sudjana (2000: 61) mengemukakan bahwa “pada hakekatnya perencanaan merupakan usaha sadar, terorganisasi, dan terus menerus dilakukan untuk memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif tindakan guna mencapai tujuan”.

Schaffer (1970) dalam Djudju Sudjana (2000: 61) mengemukakan:

Apabila perencanaan dibicarakan, maka kegiatan ini tidak akan terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan tersebut dimulai dari perumusan tujuan, kebijaksanaan, dan sasaran secara luas, yang kemudian berkembang pada tahapan penerapan tujuan dan kebijaksanaan itu dalam rencana yang lebih rinci berbentuk program-program untuk dilaksanakan.

Selanjutnya Yehezkel Dror dalam Djudju Sudjana (2000: 62) mengemukakan bahwa perencanaan adalah proses untuk mempersiapkan seperangkat keputusan tentang kegiatan-kegiatan pada masa yang akan datang dengan diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan melalui penggunaan sarana yang tersedia.

Demikian pula Friedman dalam Djudju Sudjana (2000: 62) mengemukakan bahwa perencanaan adalah proses menggabungkan pengetahuan ilmiah dan teknik ke dalam kegiatan yang diorganisasi. Dengan demikian perencanaan merupakan kegiatan awal keseluruhan proses kegiatan suatu organisasi atau lembaga. Termasuk misalnya perencanaan proses pelatihan yang akan dilaksanakan oleh suatu lembaga pendidikan.

Pada prinsipnya perencanaan memiliki fungsi: 1) untuk mengurangi adanya hambatan-hambatan serta pemborosan, sehingga semua yang tercakup di dalamnya dapat dimanfaatkan sebaik mungkin, 2) sebagai pelayanan yang berupa prosedur di dalam proses pencapaian tujuan, 3) sebagai penyeimbang daripada komponen-komponen yang terlibat di dalamnya. Perencanaan merupakan bagian awal dari manajemen. Perencanaan merupakan faktor yang sangat mendasar dan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pelatihan. Tanpa adanya perencanaan yang jelas dan terukur kita tidak akan mengetahui dengan pasti, apakah proses kegiatan yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Perencanaan yang menyeluruh mengandung efektivitas dan efisiensi sistem dan proses, yang mencerminkan komponen-komponen yang secara sistematis saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Komponen-komponen tersebut meliputi : 1) alasan mengapa ”model” ini dilaksanakan, 2) tujuan ”model” yang akan dicapai, 3) tindakan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan ”model” tersebut, 4) daya dukung yang tersedia, baik manusia maupun non-manusia, 5) bagaimana langkah/proses ”model” tersebut dilaksanakan, dan 6) waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan ”model” tersebut.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perencanaan model pembelajaran yang akan dikembangkan ini merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Disebut sistematis karena perencanaan itu digunakan dengan menggunakan prinsip-prinsip tertentu. Prinsip-prinsip tersebut mencakup proses pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik secara ilmiah, serta tindakan atau kegiatan yang terorganisasi.

Dalam perencanaan program ini, diklasifikasikan beberapa jenis persiapan dalam sistem pembelajaran jarak jauh berbasis komunitas ini, yaitu :

1. Persiapan fisik, berupaya meyakinkan iklim siaran yang kondusif baik secara teknologis maupun setting waktunya, termasuk kesiapan bahan pembelajaran yang dibutuhkan, perizinan, sarana prasarana dan penguatan organisasi.

2. Identifikasi dan rekruitmen warga belajar, melalui beberapa teknis diantaranya:

  1. Menggunakan data base warga belajar yang telah mengikuti pendidikan kesetaraan
  2. Membuka prioritas kebutuhan warga belajar melalui sosialisasi dengan memanfaatkan radio komunitas, brosur, leflet dan media lainnya yang bersifat pemberitahuan.
  3. Mengumpulkan data dan informasi tentang kebutuhan warga belajar secara umum, berkaitan dengan kegiatan-kegiatan keterampilan.

3. Identifikasi dan Rekruitmen Tutor

Pada langkah awal identifikasi tutor, sebelumnya dilakukan seleksi melalui wawancara untuk meyakinkan kesediannya sebagai tutor, sesuai dengan bidang masing-masing, bersedia untuk membelajarkan peserta didiknya selain kegiatan pembelajaran yang klaksikal, juga pembelajaran jarak jauh.

Pada tahap perencanaan program ini, perlu dibentuk suatu pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan warga belajarnya. Dengan mencermati metode-metode yang digunakan dalam identifikasi kebutuhan yang dikemukakan oleh Agus Dharma yaitu: wawancara, pengamatan, penilaian dokumen dan curah pendapat, nampaknya metode tersebut yang digunakan sangatlah tepat.

4. Pemotivasian, berupaya menyakinkan bahwa warga belajar sudah memiliki kesiapan untuk belajar, termasuk menyiapkan pikirannya untuk menerima materi yang disampaikan melalui radio.

5. Orentasi/Pelatihan Tutor Kesetaraan dan Pengelola Radio

Memberikan orientasi bagi tutor pendidikan kesetaraan. Orientasi sebagai salah satu bentuk persiapan dan kesanggupan untuk melaksanakan program kerja, serta memberikan treatment berupa informasi-informasi penting berkaitan dengan strategi dan metode pembelajaran yang akan digunakan dan penggunaan secara teknis pengelolaan radio.

Orientasi ini dikemas berdasarkan kebutuhan pembelajaran, peserta didik yang dijadikan sasaran dan pemanfaatan radio sebagai medi pembelajaran pendukung. Namun lebih dari itu identifikasi kebutuhan pelatihan dapat memberikan petunjuk bagi pengelola pelatihan tentang jenis-jenis kompetensi apa yang diperlukan bagi peserta pelatihan dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi dalam melakukan suatu pekerjaan (Agus Dharma, 1988).

6. Penyiapan dan perencanaan bahan ajar sesuai dengan bidang studi masing-masing pelajaran, dikondisikan dengan kebutuhan peserta didik.

7. Membuat pedoman/panduan penggunaan alat/media pembelajaran (radio), panduan tutor, panduan warga belajar;

8. Menyusun dan menyempurnakan jadwal pelaksanaan penyusunan dan pelaksanaan “model”;

9. Merumuskan pelaksanaan pembelajaran dan tahap evaluasi serta pelaporan akhir.

10. Membuat rincian anggaran biaya pelaksanaan ”Model”

Disamping hal-hal tersebut di atas, dalam perencanaan ”model”, penyelenggara membuat kelengkapan-kelengkapan lain seperti: daftar nama peserta, format evaluasi pre test dan post test, format evaluasi terhadap intruktur dan warga belajar, biodata peserta dan instruktur, daftar tanda terima ATK peserta, menyusun acara, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelaksanaan ”model”.

Dalam mempersiapkan sarana/prasarana yang dipergunakan dalam “model” ini, didasarkan pada data atau informasi yang diperoleh dari penyelenggara, dapat diklasifikasikan dalam dua bagian, yaitu pertama sarana yang memungkinkan peserta dapat melakukan kegiatan belajar, yang meliputi: ruang belajar, ruang praktek/laboratorium; kedua sarana/prasarana yang memungkinkan dapat mendukung penyelenggaraan “model” (pembelajaran jarak jauh), yang meliputi: informasi saluran radio yang dipergunakan, jadwal pembelajaran jarak jauh, penyiapan kartu monitoring pembelajaran (yang diisi oleh warga belajar), tugas/portofolio yang akan dipelajari, modul pembelajaran jarak jauh sesuai dengan mata pelajaran/bidang studi .

b. Pelaksanaan “Model Pembelajaran”

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan “model” pembelajaran ini, diantaranya :

1) Penciptaan Iklim Belajar

Proses belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi (Gagne dalam Ngalim Purwanto, 1996; 84). Selanjutnya dikemukakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian” (Whiterington dalam Ngalim Purwanto, 1996; 84).

Iklim belajar dalam “model” ini dibentuk penciptaan susunan yang kondusif bagi tumbuhnya iklim belajar yang menyenangkan, saling kenal, saling percaya dan saling menerima, melalui kegiatan penguatan motivasi, bertukar pengalaman, diskusi, permainan-permainan, kuis dan kegiatan yang sejenis.

2) Pencapaian Tujuan Pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran yang diikuti peserta diarahkan pada upaya pencapaian tujuan yang telah ditetapkan untuk setiap materi pembelajaran, yang dikemas dalam kurikulum pembelajaran jarak jauh. Dalam pencapaian tujuan pembelajaran ini, didiskusikan terlebih dahulu dengan tutor, pamong dan tim akademisi.

3) Penerapan dari Metode Pembelajaran

Pemilihan dan penerapan dari metoda pembelajaran yang digunakan dalam “model’ pembelajaran, untuk setiap kegiatan pembelajarannya, dengan mengacu kepada tujuan yang ingin dicapai dan materi yang akan diberikan. Penerapan metode pembelajaran yang dipergunakan, diantaranya :

a) Metode pembelajaran berdasarkan pemberian informasi:

(1) Tanya jawab

b) Metode pemecahan masalah :

(1) Diskusi kecil

(2) Brainstroming

c) Metode pembelajaran Berdasarkan penugasan :

(1) Penugasan

(2) Metode Kelompok Kerja (Workshop)

4) Pemilihan dan Penerapan Prinsip-Prinsip Belajar

Prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan dalam “model” pembelajaran ini, menggunakan pendekatan andragogi/pendagogi, mengingat peserta tergolong dari berbagai kriteria usia dan golongan, sehingga peserta diberikan kesempatan untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Pada bagian ini, tutor ataupun narator membacakan skrip yang sudah disusun berdasarkan pada penugasan, diskusi ataupun kuis interaktif dan acara-acara lainnya yang disusun berdasarkan pada bidang studi dan kurikulum pembelajaran jarak jauh yang sudah dibuat. Kemasan acara bersifat enjoyable, fun and educatif.

c. Evaluasi “Model” Pembelajaran

Evaluasi “model” Pembelajaran dilakukan pada saat sebelum pelaksanaan “model”, pada saat dilaksanakan pembelajaran yaitu penilaian proses dan penilaian akhir pelaksanaan atau penilaian hasil pembelajaran, untuk lebih jelasnya sebagai berikut :

1) Penilaian Sebelum Pelaksanaan “Model”

Penilaian sebelum pelaksanaan “model” yang dilaksanakan dalam bentuk penilaian terhadap kebutuhan belajar, kelengkapan-kelengkapan pembelajaran dan pre-test. Penilaian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi kemampuan-kemampuan yang diperlukan, kemampuan awal peserta, dan kelengkapan-kelengkapan yang diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan “model”.

Adapun hasil yang diperoleh dari pre test yang dilakukan oleh panitia penyelenggara terhadap peserta. Hasil penilaian pada tahap ini dijadikan bahan masukan bagi panitia penyelenggara dalam melakukan perbaikan dan pengembangan terhadap komponen-komponen yang mendukung terhadap penyelenggaraan “model” ini.

2) Penilaian Pada Saat Pelaksanaan “Model”

Pada saat pelaksanaan kegiatan dan proses pembelajaran dilakukan penilaian terhadap peserta. Penilaian terhadap peserta dilakukan oleh penyelenggara melalui Kartu Monitoring (KM) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan dari setiap peserta terhadap materi-materi yang telah diberikan.

Penilaian terhadap peserta yang dilakukan oleh tutor pada saat sebelum dan akhir dari proses pembelajaran. Penilaian tersebut dilakukan secara lisan dan tulisan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan awal yang berhubungan dengan materi yang akan diberikan dan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta terhadap materi yang telah diberikan. Cara penilaian lain yang dilakukan oleh tutor yaitu melalui tes formatif yang diberikan kepada warga belajar, dengan paket – paket materi pembelajaran untuk dikerjakan melalui pengawasan tutor.

3) Penilaian Akhir Pelaksanaan ”Model”

Pada akhir pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan penilaian akhir (sumatif) oleh penyelenggara dan tutor. Penilaian yang dilakukan oleh penyelenggara dan tutor yaitu penilaian untuk mengetahui kemampuan akhir yang dimiliki oleh setiap peserta/warga belajar didalam menguasai materi-materi yang telah diberikan.

2. Bagaimana langkah operasional perluasan akses pendidikan kesetaraan melalui pemanfaatan radio komunitas dipandang dari segi metodelogi pembelajaran?

a. Peran Tutor dalam Proses Pembelajaran

Pada tahapan pembelajaran disusun dari hal-hal yang mudah, sederhana dan dekat dengan kondisi peserta belajar menuju pembahasan yang kompleks, umum dan memiliki cakupan yang luas. Hal ini agar mempermudah proses pembelajaran dan ketercapaian kemampuan/kompetensi warga belajar kesetaraan..

Peran tutor dalam “model” ini, yaitu sebagai berikut :

1) Mengkondisikan kegiatan belajar Warga Belajar

Tutor mampu mengkondisikan warga belajar melalui interaksi yang enjoyable dan educatif disaat ON AIR. Tutor memberikan perhatiannya melalui komunikasi yang baik, seperti akrabisasi dengan warga belajar, tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

2) Menyiapkan alat, sumber dan perlengkapan belajar

Tutor sebelum memulai pembelajaran membawa beberapa peralatan yang perlu dibawa, kecuali yang sudah disediakan oleh penyelenggara. Peralatan yang biasa dibawa tutor seperti, pedoman tutor pembelajaran jarak jauh, modul, alat tulis, penggaris dll.

3) Waktu yang disediakan untuk kegiatan belajar mengajar

Tutor memaksimalkan kegiatan pembelajarannya sesuai dengan target perencanaan, yaitu sekitar 1 – 2 jam pelajaran, disesuaikan dengan jadwal ON AIR dengan materi yang akan disampaikan.

4) Bantuan tutor terhadap WB yang mengalami kesulitan

Tutor memberikan bantuan kepada warga belajar yang mengalami kesulitan, baik bantuan secara individu maupun kelompok.

5) Melaksanakan penilaian proses

Tutor melaksanakan penilaian (formatif) disesuaikan dengan kemampuan warga belajar, tidak dipaksakan tetapi diberi bimbingan kepada warga belajar agar mengerti.

6) Menguasai bahan pelajaran

Tutor menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikan, karena sebelum menuju lokasi pembelajaran tutor telah menyiapkan beberapa materi yang akan disampaikan dengan buku catatannya.

7) Terampil berkomunikasi dengan WB

Komunikasi yang dilakukan tutor dengan Warga Belajar dapat dilihat dari proses pembelajarannya yang bersifat "serius tapi santai".

8) Menguasai “studio radio” sehingga dapat mengendalikan WB

Tutor mampu menguasai “iklm belajar”, dimana tutor mampu memberikan berbagai materinya dengan baik tetapi warga belajar tidak merasa jenuh dengan materi tersebut. Artinya selama pelajaran kurang lebih 2 jam, diselingi dengan musik, iklan komersil,dll .

9) Terampil mengajukan pertanyaan, baik lisan maupun tulisan (modul)

Tutor memberikan pertanyaan-pertanyaan disesuaikan dengan materi/bidang studi yang dikaji, baik itu dengan memberikan kata kunci ataupun memberikan pertanyaan secara langsung.

b. Metode Pembelajaran pada “Model” Perluasan Akses

Langkah-langkah yang jelas pada metode, memudahkan tutor untuk melaksanakan proses pembelajaran, serta membentuk keaktifan warga belajar menjadi lebih berani dan mandiri serta melatih warga belajar dalam berkomunikasi. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan warga belajar untuk mengeluarkan pendapatnya, serta aktif pada penugasan-penugasan baik yang dilaksanakan secara individu maupun kelompok. Metode pembelajaran merupakan langkah operasional dari strategi pembelajaran yang dilakukan.

Seperti yang dinyatakan oleh Abdulhak (2000:51) sebagai berikut "Dalam kegiatan pembelajaran, metode pembelajaran dapat diartikan dengan prosedur yang teratur dan sistematis untuk membelajarkan orang dewasa dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan".

Adapun beberapa metode pembelajaran yang dipergunakan dalam “model” pembelajaran ini, yaitu :

1) Metode pembelajaran berdasarkan pemberian informasi antara lain sebagai berikut:

a) Tanya jawab

Metode ini digunakan pada proses pembelajaran ini, dilaksanakan secara ON AIR di radio, melalui interaksi Phone, SMS, Email, Yahoo. Massenger, Face Book, yang dijawab secara langsung oleh tutor atau nara sumber yang ahli dibidangnya. Dengan metode ini diperoleh kejelasan secara intensif melalui tanya jawab antara tutor dengan warga belajar. Sebelum melakukan metode tanya jawab, tutor memberikan materi secara keseluruhan kepada warga belajar yang selanjutnya kesempatan untuk tanya jawab satu sama lain dapat berlangsung.

Langkah – langkah pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

Kegiatan yang dilakukan tutor:

(1) Memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk mencari informasi sendiri tentang topik yang sedang dibahas.

(2) Mengajukan pertanyaan kepada warga belajar

(3) Menjawab pertanyaan yang diajukan warga belajar

(4) Merangkum dan menyimpulkan hasil tanya jawab

(5) Memberikan masukan serta manfaat informasi yang diperoleh (refleksi)

Kegiatan yang dilakukan warga belajar:

(1) Mempelajari topik yang dibahas atau yang sudah ditugaskan

(2) Menjawab pertanyaan yang diajukan tutor

(3) Mengajukan pertanyaan kepada tutor

(4) Memberikan masukan serta manfaat informasi yang diperoleh (refleksi)

2) Metode Pemecahan Masalah:

a) Diskusi Kelompok Kecil

Berlangsungnya diskusi kelompok kecil ini dilakukan pada pemecahan masalah yang berkaitan dengan bidang studi tertentu. Sebagai contoh misalnya warga belajar diberikan gambaran kasus oleh tutor berkaitan dengan bidang studi tertentu, yang memerlukan jawaban/solusi kelompok. Kegiatan ini dapat dilakukan ketika ON AIR ataupun pada saat pertemuan kelas (tatap muka) yang selanjutnya diberikan beberapa kasus, yang ditindaklanjuti ketika ON AIR.

Langkah – langkah pelaksanaanya adalah sebagai berikut :

Kegiatan yang dilakukan oleh tutor :

(1) Membantu memecahkan permasalahan topik atau materi yang dipelajari

(2) Memecahkan kelompok besar ke dalam kelompok-kelompok kecil 3 orang

(3) Meminta saran pada topik atau materi yang dianggap sulit, serta memperjelas dan menjawab permasalahan tersebut.

(4) Meminta saran pendapat dari perwakilan tiap kelompok kecil

(5) Merangkum pendapat – pendapat dan menyimpulkannya

(6) Mereflesikan pengalaman belajar diskusi tersebut.

Kegiatan yang dilakukan warga belajar :

(1) Berdiskusi pada kelompok yang sudah ditentukan

(2) Berfikir bersama-sama untuk memecahkan masalah yang ditugaskan

(3) Menghubungkan permasalahan tersebut dengan pengalaman – pengalaman materi terdahulu

(4) Mengidentifikasi gagasan-gagasan yang dianggap baru

(5) Menyumbangkan informasi secara langsung kepada khalayak

(6) Mereflesikan kegiatan diskusi yang telah dilakukan

b) Brainstroming

Pada metode ini warga belajar diminta untuk mengeluarkan pendapatnya terhadap objek permasalahan yang ada, disesuaikan dengan tema atau pembasan yang ada secara ON AIR.

Langkah – langkah pelaksanaanya adalah sebagai berikut:

Kegiatan yang dilakukan tutor :

(1) Tutor mempersiapkan permasalahan yang biasa muncul (materi yang dianggap sulit oleh warga belajar)

(2) Tutor mengatur berjalannya kegiatan pembelajaran

(3) Memberikan kesempatan kepada warga belajar untuk memberikan pendapatnya secara langsung.

(4) Mencatat seluruh pendapat warga belajar dan menyimpulkannya

3) Metode pembelajaran berdasarkan penugasan:

a) Penugasan

Pada tahapan ini warga belajar (individu) diberikan tugas oleh tutor baik secara lisan maupun tulisan berkaitan dengan proses pembelajaran yang telah dilakukan. Penugasan tersebut didasarkan pada bentuk materi pada bidang studi yang telah disampaikan oleh tutor, yang kemudian tutor memberikannya kedalam bentuk penugasan-penugasan.

Langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :

(1) Merumuskan tujuan khusus pada tugas yang akan diberikan

(2) Merumuskan tugas – tugas dengan jelas dan mudah dimengerti

(3) Menjelaskan teknis penyelesaian tugas

(4) Menilai hasil yang diselesaikan warga belajar

b) Metode Kelompok Kerja (Workshop)

Metode kelompok kerja ini dibentuk berdasarkan pada kelompok besar yang ada, kemudian dibagi menjadi sub-sub kelompok untuk mengerjakan tugas di luar pembelajaran kelas (tatap muka). Hal ini ditujukan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dan sekiranya penting untuk dipecahkan bersama-sama. Ataupun ketika tutor tidak sempat hadir (dikelas), dapat dengan mudah memberikan materinya pada saat ON AIR kepada warga belajar diluar kelas. .

Langkah – langkah pelaksanaanya adalah sebagai berikut :

(1) Mempersiapkan tugas yang akan diberikan oleh tutor kepada warga belajar

(2) Membagi peserta menjadi beberapa kelompok

(3) Menjelaskan tugas dan tujuan dari penugasan

(4) Menilai proses dan hasil kegiatan pembelajaran

c. Teknis Pembelajaran Melalui Pemanfaatan Radio

1) Perumusan Alat Pengukuran Keberhasilan

Alat pengukuran harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan pokok-pokok materi pembelajaran yang akan disajikan kepada siswa. Hal yang diukur atau dievaluasikan ialah kemampuan, keterampilan atau sikap siswa yang dinyatakan dalam tujuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa sebagai hasil instruksional itu.

Sebaiknya setiap kemampuan dan keterampilan yang mendukung tercapainya tujuan instruksional khusus dijadikan bahan tes, atau daftar cek perilaku (performance check list).

Tujuan instruksional harus cukup, artinya semua aspek yang ada dalam ruang lingkup tujuan instruksional umum harus mempunyai tujuan khusus. Materi instruksional harus cukup, artinya semua kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai semua tujuan instruksional khusus harus terjabarkan di dalam materi instruksional. Tes yang cukup, artinya semua kemampuan dan keterampilan yang terangkum dalam tujuan instruksional khusus dan dalam materi instruksional seyogyanya ada alat pengukuran.

2) Penulisan Naskah Audio

Media audio adalah media yang hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi para penderngarnya.

Berikut ini beberapa petunjuk yang perlu kita ikuti bila kita menulis naskah program media audio.

a) Bahasa

Bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahan percakapan, bukan

bahasa tulis. Kalimat-kalimat yang digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal. Gunakan kalimat-kalimat yang pendek. Sedapat mungkin kita harus menghindarkan istilah-istilah sulit. Bila terpaksa menggunakan istilah yang sulit, istilah itu perlu diberi penjelasan. Peserta didik mendengar kata yang tidak diketahui artinya cenderung untuk memikirkan terus arti istilah tersebut, akibatnya ia kehilangan konsentrasi dalam mendengarkan. Sering kali kita dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari pendengar kita. Bahasa seperti ini mungkin akan menarik karena mudah ditangkap.

b) Musik dalam program audio

Fungsi musik yang utama dalam hal ini ialah menciptakan suasana. Karena itu, musik perlu dipilih hati-hati. Music tema dapat digunakan sebagai musik pengenal studio, music pengenal program, atau musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung. Music pengenal program digunakan pada awal dan pada akhir suatu program. Dengan demikian, setiap kali kita mendengar music itu kita akan mengetahui bahwa program itu sudah dimulai atau sudah diakhiri.

c) Keterbatasan daya konsentrasi

Berdasarkan penelitian yang pernah diadakan, daya konsentrasi orang dewasa untuk mendengarkan berkisar antara 25 s/d 45 menit, sedangkan pada anak-anak hanya 15 s/d 25 menit.

Karena terbatasnya daya ingatan pendengar sebaiknya suatu pengertian tidak hanya disajikan atau dibicarakan sekali saja, tetapi perlu diberikan secara berulang. Bila satu pengertian diberikan berulang kali dengan cara yang berbeda dan bervariasi, pengertian itu akan lebih meresap.


Abdulhak , I. (1996). Strategi Membangun Motivasi Dalam Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung : AGTA Manunggal Utama

Abdulhak.I.(2000). Metode Pembelajaran pada Orang Dewasa. Bandung : Cipta Intelektual

Ardianto,E. (2004). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Depdiknas Direjen PLSP, (2004), Standar Prosedur Oprasional Penyelenggaraan Paket A, Paket B, dan Paket C. Jakarta, Depdiknas

Depdiknas Direjen PLSP, (2004), Acuan Pelatihan Tutor. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas Direjen PLSP, (2004), Seri Pedoman Program Pendidikan Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas Direjen PLSP, (2004), Evaluasi Paket C. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas Direjen PLSP, (2004), Pedoman Pengadaan Tutor. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas BPPLSP Reg.II (2007). Strategi Pengelolaan Keberlangsungan Pembelajaran Paket A. Bandung: Depdiknas BP-PLSP Reg.II Jayagiri Lembang

Dharma, A (1998). Perencanaan Pelatihan. Jakarta Pegawai Depdikbud

Kusnadi, (2005), Pendidikan Keaksaraan, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Dirjen PLS

Mappa, S. dan Basleman, A. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Depdiknas

Mulyana, D. (2008). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Purwanto dan Atwi S, (1999) Evaluasi Program Diklat Jakarta: STIALAN

Sadiman, dkk. (2009). Media Pendidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada

Sirodjuddin, K., (2006). Perencanaan Pembelajaran. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP UPI

Sudjana. D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah Wawasan Sejarah Perkembangan Falsafah Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah production

Sudjana.D. (2000). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumberdaya Manusia.. Bandung: Falah production

Sudjana.D. 2001). Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung Falah Production

Surakhmad, W. (1998). Pengantar Penelitian Ilmiah. Dasar Metoda dan Teknik. Bandung: Tarsito

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta : Depdiknas